Pendiri NU KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan merupakan dua orang sahabat yang belajar agama pada satu guru, yaitu KH Sholeh Darat di Semarang. Bahkan keduanya tinggal di kamar yang sama saat santri. Kedua karib ini selanjutnya pergi ke Makkah untuk melanjutkan pendidikan agama pada ulama yang sama pula, yaitu Syekh Mahfud Tremas.
Setelah pulang, lalu keduanya mendirikan organisasi yang kini menjadi dua organisasi Islam terbesar di Indonesia yang menaungi jutaan umat Islam di Indonesia. Persahabatan tersebut kini sudah selayaknya ditingkatkan pada aksi-aksi lebih nyata bagi umat Islam di Indonesia.
Pada hari Rabu, 31 Oktober 2018 rombongan PBNU yang dipimpin oleh KH Said Aqil Siroj berkunjung ke kantor PP Muhammadiyah untuk membalas kunjungan yang sudah dilakukan Pengurus Pusat Muhammadiyah pada 23 Maret 2018. Kunjungan tersebut menghasilkan empat kesepakatan bersama dan akan ada tindak lanjut pada kerja-kerja bersama untuk semakin mendekatkan kedua belah pihak. Hubungan NU dan Muhammadiyah yang panjang ini berjalan dengan dinamis, seiring dengan usianya yang sudah melebihi seratus tahun bagi Muhammadiyah dan menjelang seratus tahun bagi NU.
Ada masa ketika keduanya sangat akrab, tetapi pada saat lainnya berjarak. Tentu ada konteks dan situasi yang mempengaruhinya. Dan hal tersebut wajar-wajar saja sebagaimana hubungan antarmanusia, suami istri, saudara, ataupun sahabat. Semuanya bersifat dinamis. Pada satu masa, pembahasan masalah-masalah khilafiyah begitu mengemuka seperti jumlah rakaat Shalat Tarawih, hukum penyelenggaraan Maulid Nabi, Tahlilan, dan masalah-masalah furuiyah lainnya.
Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, terdapat kesadaran untuk saling menghargai masing-masing pandangan keagamaan. Masalah yang ada tersebut sesungguhnya sudah diperdebatkan oleh para ulama jauh sebelumnya. Lalu ada kesadaran bahwa energi umat Islam seharusnya digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif dalam menyelesaikan masalah umat yang lebih mendesak. Para pendiri NU dan Muhammadiyah bukan hanya berdakwah dalam bidang agama, tetapi mereka termasuk pendiri Indonesia.
Pengakuan tersebut terbukti dari gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada para tokoh kedua organisasi tersebut atas jasa-jasa mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hingga kini pun, komitmen kedua organisasi ini tetap terjaga saat menghadapi ancaman gerakan-gerakan yang ingin mengubah NKRI sesuai dengan ideologi yang mereka usung. Kesepakatan bersama yang dihasilkan juga meneguhkan apa yang selama ini sudah dijalankan bersama.
Di saat penghargaan terhadap perbedaan dalam masalah-masalah agama semakin tinggi, dinamika naik turunnya hubungan kedua organisasi ini mungkin akan dipengaruhi oleh pilihan politik dari para tokohnya sebagaimana yang terjadi pada dinamika politik antara Gus Dur dengan Amien Rais. Kini saatnya meningkatkan pendidikan politik bagi warga NU dan Muhammadiyah bahwa perbedaan politik tak harus mempengaruhi hubungan kedua organisasi ini. Pengalaman masa lalu dapat menjadi pelajaran.
Kesadaran politik rakyat Indonesia dalam dua puluh tahun reformasi ini sudah meningkat pesat. NU dan Muhammadiyah bukan organisasi politik. Para aktivis organisasi yang ingin bergerak dalam bidang politik dipersilakan memilih politiknya masing-masing, sekalipun terdapat partai politik tertentu yang memiliki kedekatan emosional karena faktor sejarah pendirian, ideologi yang diusung atau kedekatan dengan para tokoh yang terlibat di dalamnya. Perbedaan pilihan politik tidak selayaknya mempengaruhi persaudaraan dan kerja sama. Hubungan pribadi atau aspek budaya turut mempengaruhi hubungan kedua organisasi ini. Pada era kepemimpinan KH Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin, hubungan keduanya yang intens turut berpengaruh terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Keduanya pernah nyantri di Pesantren Gontor. Din Syamsuddin yang pada masa mudanya pernah aktif menjadi pengurus IPNU di tempat asalnya membuat dia seringkali diundang dalam acara-acara NU. Hal tersebut membuat kedekatan emosional yang memudahkan komunikasi dalam banyak hal. Kini, kesadaran bahwa banyak sekali persoalan umat Islam yang harus diselesaikan bersama semakin meningkat. Umat Islam masihmenghadapi masalah kualitas sumber daya manusia, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi. NU telah mendirikan dan mengembangkan banyak pesantren sementara Muhammadiyah membangun sekolah-sekolah. Layanan kesehatan Muhammadiyah tersebar luas di seluruh Indonesia, hal yang kini juga sedang dikembangkan oleh NU.
Sekalipun umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia, tetapi terdapat ketimpangan kesejahteraan ketika ekonomi dikuasai oleh sekelompok kecil orang dengan latar belakang etnis dan agama tertentu. Jika dibiarkan, hal ini dapat menjadi ancaman harmoni sosial. Kerja sama ini akan meningkatkan kapasitas membangun umat Islam di Indonesia terhadap persoalan yang ada. Kedekatan yang muncul karena keterlibatan dalam kerja-kerja bersama tersebut akan memunculkan hubungan pribadi yang lebih dalam. Hal tersebut akan meningkatkan kesalingpahaman dalam memandang sebuah persoalan atau melakukan tabayyun saat ada suatu hal yang perlu diperjelas. Langkah awal dalam kerja sama antara Banser NU dan Kokam Muhammadiyah yang sudah disepakati dalam pertemuan antara pimpinan organisasi ini dapat diperluas pada bidang-bidang lainnya.
Hubungan kedua organisasi ini sudah selayaknya melalui proses yang terencana dan didesain bukan hanya menciptakan hubungan dalam menyelenggarakan program, tetapi mampu menciptakan kedekatan pribadi. Kita tidak dapat lagi mengandalkan proses alamiah sebagaimana terjadi pada masa sebelumnya ketika para tokohnya secara kebetulan belajar bersama. Kerja sama bisa digagas dari tingkat pusat sampai struktur organisasi paling bawah atau antar badan otonomnya. Jika sebelumnya hanya saling kenal atau sekedar tahu, hubungan tersebut akan meningkat dan menciptakan sinergi.
Ada hal-hal tertentu di masa kedua organisasi ini saling menghargai perbedaan yang ada, seperti terkait dengan pandangan keagamaan, di samping usaha untuk secara terus-menerus mencari titik temu. Ada bidang-bidang di mana bahkan keduanya dapat bekerja sama sekaligus bersaing memberikan yang terbaik kepada umat seperti dalam bidang usaha yang dimiliki kedua organisasi ini. Ada situasi di mana keduanya harus bekerja sama untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Sinergi dari kedua organisasi ini akan melahirkan kekuatan dahsyat dalam menjadikan Indonesia sebagai tempat bagi umat Islam yang memiliki peradaban tinggi, yang akan memberi kontribusi besar bagi umat Islam di dunia. (Achmad Mukafi Niam)